Jumat, 08 Mei 2020
KASUS KEBAKARAN
Posted by Jericho Hutabarat
On Mei 08, 2020
PENDAHULUAN
One Meridian Plaza adalah gedung perkantoran berlantai 38 yang dirancang oleh Vincent Kling & Associates. Konstruksi menara 492 kaki (150 m) dimulai pada tahun 1968, selesai pada tahun 1972 dan disetujui untuk dihuni pada tahun 1973. Dibangun di sudut 15th Street dan South Penn Square di Center City, Philadelphia, Pennsylvania, gedung tinggi bernilai $ 40 juta dibangun berdekatan dengan Girard Trust Building, sekarang Ritz-Carlton Philadelphia, dan bagian depan menghadap Balai Kota Philadelphia di seberang jalan. Sebelumnya bernama Three Girard Plaza (lihat di bawah). Bangunan persegi panjangnya adalah 243 kaki (74 m) panjang dan 92 kaki (28 m) lebar dan berisi 756.000 kaki persegi (70.000 m2).
Dari 38 lantai, 36 dapat ditempati dan 2 lantai mekanik. Struktur ini juga memiliki 3 tingkat bawah tanah. Struktur bangunan terdiri dari baja dan beton dan fasadnya adalah dinding tirai granit. Ada dua helipad di atap. Tangga timur bangunan menghubungkan bangunan dengan Girard Trust Building yang berdekatan, yang dikenal sebagai Two Girard Plaza. Pada satu titik ada rencana untuk membangun struktur di selatan gedung yang akan berbagi salah satu bank lift di gedung tinggi, tetapi tidak ada yang datang dari rencana terutama karena kedua situs memiliki pemilik yang berbeda. Di sudut barat laut properti adalah patung perunggu yang disebut "Triune." Dirancang oleh Robert Engman, patung abstrak itu tidak rusak dalam kebakaran tahun 1991 dan masih ada di tahun 1999. Tahun berikutnya pembangun The Residences di The Ritz-Carlton mengumumkan bahwa mereka sedang mempertimbangkan untuk menghancurkan patung itu. Pada akhirnya patung itu dipertahankan dan masih berdiri di lokasi yang semula dipasang pada tahun 2014.
KEBAKARAN
Pada 23 Februari 1991, sekitar jam 8:23 malam, kebakaran mulai terjadi di lantai 22 gedung. Itu adalah Sabtu malam dan hanya ada tiga orang di gedung pada saat itu, seorang insinyur dan dua penjaga keamanan. Para pekerja telah memperbaiki kayu di kantor yang kosong pada hari sebelumnya dan pekerja meninggalkan tumpukan kain yang direndam dalam minyak biji rami di lantai. Minyak biji rami teroksidasi dan menghasilkan panas yang cukup untuk menyalakan kain, yang kemudian membakar pelarut lain di dekatnya. Detektor asap tidak menutupi seluruh lantai dan pada saat alarm kebakaran berbunyi, api sudah mapan. Setelah alarm kebakaran berbunyi di gedung itu, insinyur naik ke lantai 22 untuk menyelidiki. Ketika lift mencapai lantai 22 insinyur itu menemukan asap tebal dan panas yang mencegahnya mencapai kontrol lift yang dia butuhkan untuk kembali ke lobi. Insinyur melarikan diri setelah melakukan radio ke seorang penjaga keamanan di lobi untuk memanggil lift menggunakan kontrol keselamatan kebakaran di sana. Petugas keamanan kedua berada di lantai 30 ketika alarm berbunyi dan menggunakan tangga untuk sampai ke lantai dasar.
Petugas lobi membalas panggilan ke layanan pemantauan alarm, yang telah memanggil ketika alarm awalnya berbunyi untuk mengkonfirmasi bahwa ada kebakaran, tetapi tidak pernah menelepon Departemen Pemadam Kebakaran Philadelphia. Telepon pertama datang dari seseorang di jalan yang melihat asap keluar dari gedung. Selama panggilan 911 pertama, sekitar pukul 20:27, perusahaan alarm memperingatkan pemadam kebakaran ke api. Mesin 43 adalah unit pemadam kebakaran pertama yang tiba di tempat kejadian dan melaporkan melihat asap tebal dan nyala api di salah satu jendela. Ketika petugas pemadam kebakaran mulai memadamkan api, api mulai membara melalui jendela-jendela dan menyentuh sisi bangunan.
PENYEBAB KEBAKARAN
Asal dan Penyebab: Kebakaran dimulai di kantor lantai 22 yang kosong di tumpukan kain rami yang direndam minyak yang ditinggalkan oleh seorang kontraktor.
PASCA KEBAKARAN
Pada 26 Februari pejabat kota telah menetapkan One Meridian Plaza tidak dalam bahaya kehancuran. Ada kerusakan struktural pada balok baja horizontal dan bagian lantai di sebagian besar lantai yang rusak akibat kebakaran. Di bawah paparan api yang ekstrem, balok dan balok penopang melengkung dan terpuntir dan retakan muncul di lantai beton. Namun, keseluruhan strukturnya stabil dan mampu menopang bobot bangunan. Perluasan termal rangka baja menyebabkan beberapa panel granit terlepas dari fasad bangunan. Jalan-jalan dan bangunan di sekitar One Meridian Plaza ditutup dan ditutup. Gedung Morris 20 lantai dan beberapa toko tiga lantai di belakang One Meridian Plaza di Chestnut Street dirusak oleh puing-puing yang jatuh dan duduk tidak digunakan selama bertahun-tahun sampai mereka dihancurkan pada tahun 2000. Girard Trust Building yang bersebelahan, yang kemudian disebut Two Mellon Plaza, mengalami kerusakan air yang luas yang memaksa penutupan gedung. Sebuah bank di gedung itu dibuka kembali sebulan kemudian tetapi sisa menara tetap kosong selama bertahun-tahun. Jalan-jalan di sekitar gedung ditutup selama berbulan-bulan setelah kebakaran, termasuk sebagian dari dua jalan utama Philadelphia, Luas dan Pasar.
BELAJAR DARI KEJADIAN
Penghapusan One Meridian Plaza yang tidak dapat dihuni dari pasar real estat dan relokasi yang tiba-tiba dari penyewa gedung ke kantor-kantor lain di Philadelphia mengambil 140.000 kaki persegi (140.000 m2) real estat dari pasar. Tingkat kekosongan kantor kota adalah 14,3 persen pada akhir 1990; dalam dua bulan setelah kebakaran, tingkat kekosongan turun menjadi 10,7 persen. [2] Pada 18 Desember, Walikota Wilson Goode menandatangani undang-undang yang mewajibkan setiap bangunan non-perumahan setinggi 75 kaki (23 m) atau lebih tinggi memiliki alat penyiram/fire sprinkler yang dipasang pada tahun 1997. Diperkirakan tiga ratus bangunan di kota ini dikenai peraturan yang sama .
KORBAN JIWA
Pada saat kebakaran terjadi area telah steril dari masyarakat sipil, sehingga tidak ada masyarakat sipil yang menjadi korban dalam kejadian tersebut, korban jiwa berasal dari para petugas yang mencoba mengamankan kebakaran yaitu :
Captain David P. Holcombe, age 52
Firefighter Phyllis McAllister, age 43
Firefighter James A. Chappell, age 29
SUMBER
1. https://en.wikipedia.org/wiki/One_Meridian_Plaza
2. http://thecompanyofficer.com/2011/02/23/one-meridian-plaza-high-rise-fire-twenty-years-ago/#gref
Senin, 30 Maret 2020
Jumat, 27 Desember 2019
Transport Talk Edisi 1 "Material Perkerasan Jalan yang umum digunakan diindonesia"
Posted by Jericho Hutabarat
On Desember 27, 2019
Halo guys pada postingan kali ini saya akan membahas mengenai Material Perkerasan jalan Yang umum digunakan di Indonesia
1.Material untuk lapis permukaan (surface course):
Stabilisasi tanah (semen,kapur, atau bahan kimia lainnya)
1.Material untuk lapis permukaan (surface course):
- Struktur Jalan dengan campuran aspal
jalan aspal
Jenis struktur jalan ini menggunakan bahan utama Aspal yang merupakan senyawa hidrokarbon dan bersifat melekat (Adhesive), bahan ini umumnya digunakan dalam pengerjaan perkerasan lentur (flexture pavement), berwarna hitam kecoklatan dan tahan terhadap air.
- Struktur jalan dengan beton
jalan beton
Jenis struktur jalan ini menggunakan bahan utama yaitu beton yang terdiri dari lapisan pengikat semen dan agregat, jenis struktur ini digunakan dalam perkerasan kaku (rigid pavement), berwarna abu abu tua dan tahan terhadap temperatur tinggi serta murah dalam pemeliharaan
2. Material untuk lapis Pondasi Atas
- Agregat Kelas A
agregat kelas A (batu split)
Lapisan pondasi ini terletak diantara lapis pondasi bawah dan lapisan permukaan menggunakan batu pecah (split) yang sudah diolah dengan mesin stone crusher dan gradasi sesuai dengan spesifikasi dan kebutuhan
- Stabilisasi tanah (semen,kapur, atau bahan kimia lainnya)
penstabilan tanah dengan bahan bahan tertentu
Usaha / Metode yang dilakukan pada tanah dengan bahan bahan tertentu untuk mengubah sifat teknis dari tanah itu sendiri seperti sifat kompresibilitas, kapasitas dukung, kemudahan dalam pengerjaan, permeabilitas, sensitifitas terhadap kadar air yang berubah, serta potensi pengembangannya.
- Cement Treated Base
Usaha/Metode yang dilakukan pada tanah dengan menggunakan campuran khusus dari bahan agregat, tanah granular, semen portland, dan air.
3.Material untuk Lapis Pondasi Bawah:
- Agregat kelas B
Agregat kelas B
stabilisasi tanah
Usaha / Metode yang dilakukan pada tanah dengan bahan bahan tertentu untuk mengubah sifat teknis dari tanah itu sendiri seperti sifat kompresibilitas, kapasitas dukung, kemudahan dalam pengerjaan, permeabilitas, sensitifitas terhadap kadar air yang berubah, serta potensi pengembangannya.
- Beton Kurus (Lean Mix Concrete)
lean mix concrete digunakan apabila pada perkerasan dibutuhkan adanya kursi dowel untuk mencegah kerusakan pada kursi dowel pada saat terjadinya overloading, penggunan kursi dowel dilakukan apabila dibutuhkan toleransi yang ketat terhadap alinemen jalan.
Jumat, 22 November 2019
Rabu, 16 Oktober 2019
TUGAS ASPEK HUKUM DALAM PEMBANGUNAN (SOFTSKILL)
Posted by Jericho Hutabarat
On Oktober 16, 2019
Nama : Jericho Alpasyakh Hutabarat
NPM : 13316701
DOSEN : Wido Kharisma
Kelompok : 2
Kelompok : 2
Berikut saya lampirkan file dari tugas dari matakuliah Aspek Hukum dalam Pembangunan (Softskill).
FILE TUGAS 1
1.
a. Turunan
dari Undang Undang Dasar 1945 s/d NSPM dan NSPK
b. Penjelasan UUD 1945 > UU > Perpres > Permen
Jawab:
a. Turunan UUD 1945 sampai NSPM dan NSPK
b. NSPM
Norma, Standar, Pedoman dan Manual (NSPM)
adalah perangkat aturan-aturan yang merupakan kebijakan Departemen yang terus dikembangkan
untk menunjang operasional Direkorat jenderal dan lainnya yang terkait dengan
kegiatan pembangunan infrastruktur Indonesia. NSPM diterapkan dalam upaya
mengoptimalkan kinerja pelaksanaan, mulai dari pra konstruksi, masa konstruksi
sampai pasca konstruksi, sehingga prasarana dan sarana atau infrastruktur yang
dibanguna dapat dimanfaatkan sesuai dengan rencana bagi kepentingan masyarakat.
Proses
Standardisasi oleh Panitia Teknis Standardisasi di Departemen Permukiman dan
Prasarana Wilayah adalah Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan
Bangunan Sipil (KBS), merupakan wadah non struktural yang bersifat koordinasi,
sinkronisasi, dan membina kerja sama antara unit-unit kerja di lingkungan
Departemen Kimpraswil. Panitia Teknik KBS ini ditetapkan oleh Badan
Standardisasi Nasional melalui Surat Keputusan BSN No. 1637/BSN-1/HK.74/10/99
dan pembentukan Panitia Teknik Standardisasi bidang Konstruksi dan Bangunan
ditetapkan oleh Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor 372/KPTS/M/2001
tanggal 13 Juli 2001. Panitia Teknik Standardisasi dalam melaksanakan tugasnya
dibantu oleh Sub Panitia Teknik Standardisasi Bidang Sumber Daya Air, Prasarana
Transportasi, dan Permukiman.
Anggota
Panitia Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan terdiri atas para
pejabat Eselon II yang sesuai dengan bidangnya di lingkungan Kimpraswil yang
akan memberikan arahan dalam rangka pelaksanaan standar atau pedoman/petunjuk
teknik yang telah disusun, berdasarkan kebijakan Departemen Kimpraswil dan
Badan Standardisasi Nasional (BSN).
Sub
Panitia Teknik Standardisasi beranggotakan para pelaksana dan penyelenggara
proses Standardisasi yang terdiri atas Pejabat di lingkungan Kimpraswil,
pejabat terkait dari instansi pemerintah lainnya, pakar, asosiasi profesi dan
unsur masyarakat pengguna. Panitia membahas materi dan substansi standar
melalui mekanisme prakonsensus dan konsensus, berdasarkan konsep yang telah
dibahas dan disusun oleh Gugus Kerja yang beranggotakan para ahli yang sesuai
dengan bidangnya masing-masing.
Standardisasi sebagai unsur penunjang
pembangunan, mempunyai peranan penting dalam usaha optimasi pendayagunaan
sumber daya dan kegiatan pembangunan Infrastruktur Indonesia. Beberapa produk
yang telah disusun adalah rancangan standar, pedoman/petunjuk teknis sebagai
produk untuk pembinaan dan pengaturan. Perangkat-perangkat Standardisasi antara
lain Panitia Teknik (Pantek) berperan untuk menunjang kemampuan produksi dan
produktifitas khususnya dalam peningkatan perdagangan dalam negeri dan
internasional. Oleh sebab itu, selaras dengan akselerasi pembangunan nasional,
diperlukan peningkatan program dan kegiatan Standardisasi yang terpadu.
DASAR HUKUM NSPM
1.
Keputusan Presiden RI Nomor 12 Tahun 1991
tentang Penyusunan, Penerapan dan Pengawasan Standar Nasional Indonesia;
2.
Keputusan Presiden RI Nomor 13 Tahun 1997
tentang Badan Standardisasi Nasional;
3.
Keputusan BSN Nomor 1637/BSN-I/HK.74/10/99
tentang Penetapan Panitia Teknik Perumusan SNI;
4.
Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana
Wilayah Nomor 372/KPTS/M/2001 tanggal 13 Juli 2001 tentang Pembentukan Panitia
Teknik Standardisasi Bidang Konstruksi dan Bangunan;
5.
UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen;
6.
UU Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing The WTO, Lampiran
tentang TBT;
7.
Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000
tentang Standardisasi Nasional;
8.
Kepres Nomor 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan
BSN dan pembagian tugas/ wewenang antara BSN dan Instansi Teknis;
9.
SK Kepala BSN Nomor 3401/ BSN/ - 71/ 11/ 2001
tentang Sistem Standardisasi Nasional (SSN).
10. UU No
14 Tahun 2008 tentang keterbukaan Informasi Publik
PROSES PERUNDANG UNDANGAN
Proses Pengundangan
Proses akhir dari pembuatan peraturan perundang-undangan adalah pengundangan
dan penyebarluasan yang memerlukan penanganan secara terarah, terpadu,
terencana, efektif dan efesien serta akuntabel. Pengundangan adalah penempatan
peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan
Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Maksudnya agar supaya setiap orang
dapat mengetahui peraturan perundang-undangan, pemerintah wajib menyebarluaskan
peraturan perundang-undangan yang telah diundangkan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia. Dengan penyebarluasan
diharapkan masyarakat mengerti, dan memahami maksud-maksud yang terkandung
dalam peraturan perundang-undangan, sehingga dapat melaksanakan ketentuan
peraturan perundang-undangan dimaksud.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 1
Tahun 2007 tentang Pengesahan, Pengundangan, dan Penyebarluasan Peraturan
Perundang-undangan berwenang melakukan pengundangan dalam Lembaran Negara
Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Berita Negara
Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Pelaksanaan
pengundangan peraturan perundang-undangan berdasarkan Peraturan Menteri Hukum
dan Hak Asasi Manusia Nomor : M.01-HU.03.02 Tahun 2007 tentang Tata Cara
Pengundangan dan Penyebarluasan Peraturan Perundang-undangan dilaksanakan oleh
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan yang dalam tugas pokok dan
fungsinya dilaksanakan oleh Direktorat Publikasi, Kerja Sama dan Pengundangan Peraturan
Perundang-undangan yang membawahi Subdirektorat Pengundangan Peraturan
Perundang-undangan.
Pengundangan peraturan perundang-undangan dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia meliputi:
1. Undang-Undang/Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang;
2. Peraturan
Pemerintah;
3. Peraturan Presiden
mengenai: 1) pengesahan perjanjian antara negara Republik Indonesia dan negara
lain ataubadan internasional; dan
2) pernyataan keadaan bahaya.
2) pernyataan keadaan bahaya.
4. Peraturan
Perundang-undangan lain yang menurut Peraturan Perundang-undangan yang berlaku
harus diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada penjelasannya, maka
pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia.
Pengundangan Peraturan Perundang-undangan dalam Berita Negara Republik
Indonesia meliputi peraturan yang dikeluarkan oleh:
1. Majelis Permusyawaratan
Rakyat;
2. Dewan
Perwakilan Rakyat;
3. Mahkamah
Agung;
4. Mahkamah Konstitusi;
5. Menteri,
Kepala Badan, lembaga atau komisi yang setingkat yang dibentuk oleh
undang-undang atau pemerintah atas perintah undang-undang.
Dalam hal peraturan perundang-undangan yang ada penjelasannya, maka
pengundangannya ditempatkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia. Penerbitan
Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita Negara
Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas dan himpunan.
Tata Cara Pengundangan Peraturan Perundang-undangan:
1.
Naskah Peraturan Perundang-undangan yang akan
diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia, Berita Negara Republik Indonesia, dan Tambahan Berita
Negara Republik Indonesia wajib disampaikan kepada Direktorat Jenderal Peraturan
Perundang-undangan disertai dengan 3 (tiga) naskah asli dan 1 (satu) softcopy.
2.
Penyampaian dilakukan oleh pejabat yang berwenang dari
instansi yang bersangkutan atau petugas yang ditunjuk disertai surat pengantar
untuk diundangkan.
3.
Pengundangan dilakukan dengan memberi nomor dan tahun
pada Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik Indonesia,
dan memberi nomor pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Tambahan
Berita Negara Republik Indonesia. Selanjutnya Direktur Jenderal Peraturan
Perundang-undangan mengajukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia untuk
ditandatangani.
4.
Naskah peraturan perundang-undangan yang telah
ditandatangani Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, selanjutnya disampaikan
kepada instansi pemohon 2 (dua) naskah asli dan 1 (satu) untuk Direktorat
Jenderal Peraturan Perundang-undangan sebagai arsip.
5.
Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik
Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran
lepas dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari
terhitung sejak tanggal peraturan perundang-undangan diundangkan.
6.
Penerbitan Lembaran Negara Republik Indonesia,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia dan Berita Negara Republik
Indonesia, Tambahan Berita Negara Republik Indonesia dalam bentuk himpunan
dilakukan pada akhir tahun.
Penyebaran secara luas Peraturan Perundang-undangan :
1. Penyebarluasan
peraturan perundang-undangan dapat dilakukan melalui media cetak, media
elektronik, dan cara lainnya.
2. Penyebarluasan
peraturan perundang-undangan melalui media cetak berupa lembaran lepas maupun
himpunan.
3. Penyebarluasan
Lembaran Negara Republik Indonesia dalam bentuk lembaran lepas yang dilakukan
oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan untuk disampaikan kepada kementrian/Lembaga yang
memprakarsai atau menetapkan peraturan perundang-undangan tersebut, dan
masyarakat yang membutuhkan.
4. Penyebarluasan
Lembaran Negara Republik Indonesia dalam bentuk himpunan yang dilakukan oleh
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal
Peraturan Perundang-undangan untuk disampaikan kepada Lembaga Negara,
Kementerian/Lembaga Pemerintah Non Departemen, Pemerintah Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah, dan pihak terkait.
5. Penyebarluasan
melalui media elektronik dilakukan melalui situs web Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia dan dapat diakses melalui website: www.djpp.depkumham.go.id, atau
lainnya.
6. Penyebarluasan
dengan cara sosialisasi dapat dilakukan dengan tatap muka atau dialog langsung,
berupa ceramah workshop/seminar, pertemuan ilmiah, konfrensi pers, dan cara
lainnya.
2.
UU tentang transportasi/jalan, KA, SDA, Air
bersih, Air Limbah, Perumahan
Jawab:
a. Transportasi:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan
b. Jalan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan.
c. Kereta
Api: Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2009 Tentang
Penyelenggaraan Perkeretaapian
d. Sumber
Daya Air: Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2004 Tentang Sumber
Daya Air
e. Air
Limbah: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia No.
P36/Menlhk-Setjen/2016 Tentang Baku Air Limbah Domestik.
f. Perumahan:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman
g. Air
Bersih:
3.
TKDN, DEFINISI DAN MANFAAT
Jawab:
·
Definisi
TKDN
(Tingkat Konsumen Dalam Negeri) sendiri adalah nilai isian dalam persentase
dari komponen produksi dalam negeri, termasuk biaya pengangkutannya yang
ditawarkan dalam item penawaran harga barang maupun jasa. TKDN menjadi salah
satu preferensi dalam menentukan pemenang dalam proses pengadaan barang/jasa di
beberapa instansi pemerintahan.
Khusus dalam bidang
industri manufaktur, setiap perusahaan didorong pemerintah untuk terus
meningkatkan penggunaan Komponen Dalam Negeri, contohnya dalam proyek-proyek
Engineering Procurement & Construction (EPC), karena untuk pengadaan
(procurement), banyak mesin dan alat-alat yang bahan bakunya berasal dari luar
negeri tapi perakitannya dilakukan di dalam negeri. Pemerintah akan memberikan
insentif terhadap TKDN tertentu yang dimasukkan dalam proses produksi pada
pelbagai jenis industri.
Dasar
Hukum Penerapan TKDN Pada PBJ
Untuk diketahui, dasar
hukum penerapan TKDN dalam pengadaan barang dan jasa di Indonesia saat ini mengacu
pada
- Peraturan
Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Kewajiban
penggunaan produk dalam negeri sebagaimana dimaksud, menurut Perpres ini,
dilakukan jika ada penyedia yang menawarkan produk yang nilai Tingkat Komponen Dalam
Negeri (TKDN) ditambah nilai Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) minimal 40% maka
dianggap sebagai produk dalam negeri yang layak diberikan preferensi
- Pasal
66 ayat (5) Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
disebutkan bahwa: Pengadaan barang impor dapat dilakukan, dalam hal: a. barang
tersebut belum dapat diproduksi di dalam negeri; atau b. volume produksi dalam
negeri tidak mampu memenuhi kebutuhan.
- Untuk
sektor perindustrian, pengaturan tentang TKDN diatur lebih lanjut dalam Pasal
85, 86, 87, dan 88 UU No. 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian.
- Permen
Perindustrian No. 16 Tahun 2011 tentang Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan
Tingkat Komponen Dalam Negeri
- Permen
Perindustrian No. 2 Tahun 2014 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri
Dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
- Permenprin
No. 54 Tahun 2012 tentang Pedoman Penggunaan Produk Dalam Negeri Dalam
Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan sebagaimana telah diubah dengan
Permenprin No. 5 Tahun 2017.
Penerapan
TKDN dalam Pengadaan Barang/Jasa
Untuk pemberdayaan industri dalam negeri,
pemerintah perlu meningkatkan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Hal
tersebut perlu dukungan semua pihak, terutama dari perangkat hukum yang
bersifat wajib. Oleh karenanya, beberapa peraturan telah diterbitkan dan
mewajibkan penggunaan produk dalam negeri digunakan oleh:
- K/L/PD
apabila sumber pembiayaannya berasal dari APBN, APBD termasuk pinjaman atau
hibah dari dalam negeri (DN) atau luar negeri (LN);
- BUMN,
BUMD, Swasta yang pembiayaannya berasal dari APBN, APBD dan/atau melalui pola
kerjasama antara Pemerintah dengan swasta dan/atau mengusahakan sumber daya
yang dikuasai negara.
Pemerintah berharap untuk proyek-proyek yang
akan dilaksanakan dalam Pengadaan Barang/Jasa, lebih banyak menggunakan bahan
dan jasa dari dalam negeri. Untuk itu, maka penilaian penawaran peserta
pengadaan barang/jasa tidak hanya dari segi teknis dan harga tapi juga dari
tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang dikandung oleh barang maupun jasa
yang ditawarkan oleh penyedia/rekanan.
Sejumlah upaya juga terus dilakukan untuk lebih
meningkatkan TKDN oleh Kementerian PUPR, sehingga mengurangi ketergantungan
impor di bidang jasa konstruksi melalui sosialisasi kebijakan TKDN, khususnya
tata cara penerapan perhitungan dan pengawasan TKDN jasa konstruksi, penetapan
batas minimal TKDN infrastruktur PUPR, dan pengadaan barang dan jasa yang
mewajibkan TKDN tinggi dalam penawaran penyedia barang dan jasa.
Kewajiban penggunaan produk dalam negeri
dilakukan sesuai besaran komponen dalam negeri pada setiap barang/jasa yang
ditunjukkan dengan nilai tingkat komponen dalam negeri. Ketentuan dan tata cara
penghitungan TKDN merujuk pada ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri. Selain
itu, Menteri dapat menetapkan batas minimum nilai tingkat komponen dalam negeri
pada industri tertentu.
Pemerintah dapat memberikan fasilitas paling
sedikit berupa:
a) Preferensi
harga dan kemudahan administrasi dalam pengadaan barang/jasa; dan
b) Sertifikasi
tingkat komponen dalam negeri.
Preferensi harga, menurut Perpres No. 16 Tahun
2018, diberikan terhadap barang/jasa yang
memiliki TKDN paling rendah 25% (dua puluh lima persen). Sementara
preferensi harga untuk barang/jasa paling tinggi 25% (dua puluh lima persen),
dan preferensi harga untuk Pekerjaan Konstruksi yang dikerjakan oleh badan
usaha nasional paling tinggi 7,5% (tujuh koma lima persen) di atas harga
penawaran terendah dari badan usaha asing.
·
Manfaat
Penerapan TKDN
a) Ada
sejumlah keuntungan bila pemerintah menerapkan kebijakan TKDN. Keuntungan
tersebut tak hanya pelaku industri, melainkan juga kepada pemerintah Indonesia
sendiri.
b) Terciptanya
lapangan tenaga kerja baru. Industri dalam negeri akan terus memproduksi barang
atau komponen tersebut, bila industri terus beroperasi maka akan ada penyerapan
tenaga kerja. Di sektor supporting perusahaan atau industri dalam negeri ada
UKM yang menjual makanan, minuman dan snack kepada karyawannya sehingga ekonomi
disekeliling industri dalam negeri akan terus bergerak.
c) Penambahan
pemasukan pajak penghasilan (PPh) terhadap produk-produk yang dibuat di
Indonesia. Sebab, selama ini produk-produk yang diimpor masih ada yang bersifat
free on board (FOB) luar negeri. Pemerintah sebagai lembaga penarik pajak,
tentu diuntungkan bila ada pemasukan dari sektor pajak karena industri
beroperasi
d) Terciptanya
supply-chain dengan ekosistem yang baik, di mana para vendor komponen terdorong
membuka pabriknya di Indonesia untuk menyuplai ke pabrikan perakitan yang
banyak itu.
e) Potensi
Indonesia sebagai basis produksi dan negara ekspor untuk pasar Asia Tenggara
dan Asia Afrika. Hal tersebut akan tercapai, bila ekosistem komponen dan
perakitan sudah berjalan dengan baik.
f) Terciptanya
kesetaraan antara pemain merek lokal dan merek luar dalam hal produksi dan
kewajiban transaksi dalam rupiah serta kewajiban PPh.
4.
Skema IPC (INDEPENDENT
PROOF CHECKER)
Jawab:
5.
SSUK dan SSKK
Jawab:
a. SSUK
A. KETENTUAN
UMUM
1. Definisi:
Istilah-istilah yang digunakan dalam Syarat-Syarat Umum Kontrak ini harus
mempunyai arti atau tafsiran seperti yang dimaksudkan sebagai berikut:
1.1 Barang
adalah setiap benda baik berwujud maupun tidak berwujud, bergerak maupun tidak
bergerak, yang dapat diperdagangkan, dipakai, dipergunakan atau dimanfaatkan
oleh Pengguna Barang;
1.2 Pengguna
Anggaran yang selanjutnya disebut PA adalah Pejabat pemegang kewenangan
penggunaan anggaran Kementerian/ Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah atau
Pejabat yang disamakan pada Institusi lain Pengguna APBN/APBD;
1.3 Kuasa
Pengguna Anggaran yang selanjutnya disebut KPA adalah pejabat yang ditetapkan
oleh PA untuk menggunakan APBN atau ditetapkan Kepala Daerah untuk menggunakan
APBD;
1.4 Pejabat
Pembuat Komitmen yang selanjutnya disebut PPK adalah pejabat yang bertanggung
jawab atas pelaksanaan pengadaan barang.
1.5 Panitia/Pejabat
Penerima Hasil Pekerjaan adalah panitia/pejabat yang ditetapkan oleh PA/KPA
yang bertugas memeriksa dan menerima hasil pekerjaan;
1.6 Aparat
Pengawas Intern Pemerintah atau pengawas intern pada institusi lain yang
selanjutnya disebut APIP adalah aparat yang melakukan pengawasan
melalui audit, reviu,
evaluasi, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain terhadap
penyelenggaraan tugas dan fungsi organisasi.
1.7 Penyedia
adalah badan usaha atau orang perseorangan yang menyediakan barang;
1.8 Surat
Jaminan yang selanjutnya disebut Jaminan, adalah jaminan tertulis yang bersifat
mudah dicairkan dan tidak bersyarat (unconditional), yang dikeluarkan oleh Bank
Umum/Perusahaan Penjaminan/Perusahaan Asuransi yang diserahkan oleh
peserta/penyedia kepada PPK untuk menjamin terpenuhinya kewajiban
peserta/penyedia;
1.9 Kontrak Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yang
selanjutnya disebut Kontrak adalah perjanjian tertulis antara PPK dengan
Penyedia dan mencakup Syarat-Syarat Umum Kontrak (SSUK) ini dan Syarat-Syarat
Khusus Kontrak (SSKK) serta dokumen lain yang merupakan bagian dari Kontrak;
1.10 Nilai Kontrak adalah total harga yang
tercantum dalam Kontrak.
1.11 Hari adalah hari kalender;
1.12 Daftar kuantitas dan harga (rincian harga
penawaran) adalah daftar kuantitas yang telah diisi harga satuan dan jumlah
biaya keseluruhannya yang merupakan bagian dari penawaran;
1.13 Harga Perkiraan sendiri (HPS) adalah
perhitungan perkiraan biaya pekerjaan yang ditetapkan oleh Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK), dikalkulasikan secara keahlian berdasarkan data yang dapat
dipertanggungjawabkan serta digunakan oleh Pokja ULP untuk menilai kewajaran
penawaran termasuk rinciannya;
1.14 Pekerjaan utama adalah jenis pekerjaan
yang secara langsung menunjang terwujudnya dan berfungsinya suatu barang sesuai
peruntukannya yang ditetapkan dalam Dokumen Pengadaan;
1.15 Jadwal waktu pelaksanaan adalah jadwal
yang menunjukkan kebutuhan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan,
terdiri atas tahap pelaksanaan yang disusun secara logis, realistik dan dapat
dilaksanakan.
1.16 Masa Kontrak adalah jangka waktu
berlakunya Kontrak ini terhitung sejak tanggal penandatanganan kontrak sampai
dengan serah terima barang.
1.17 Tanggal mulai kerja adalah tanggal mulai
kerja penyedia yang dinyatakan pada Surat Pesanan (SP) yang diterbitkan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.18 Tanggal penyelesaian pekerjaan adalah
adalah tanggal penyerahan pekerjaan,
yang dinyatakan dalam berita acara serah terima pekerjaan yang diterbitkan oleh
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.19 Tempat Tujuan Akhir adalah lokasi yang
tercantum dalam Syarat-syarat khusus kontrak dan merupakan tempat dimana Barang
akan dipergunakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
1.20 Tempat tujuan Pengiriman adalah tempat
dimana kewajiban pengiriman barang oleh Penyedia berakhir sesuai dengan istilah
pengiriman yang digunakan.
1.21 SPP adalah Surat Perintah Pembayaran yang
diterbitkan oleh PPK dan merupakan salah satu tahapan dalam mekanisme
pelaksanaan pembayaran atas beban APBN/APBD.
b. SSKK
A.
Korespondensi
|
Alamat Para Pihak sebagai berikut:
Satuan
Kerja PPK:
Nama : __________
Alamat : __________
Telepon : __________
Website : __________
Faksimili : __________
Email : __________
Penyedia :
Nama : __________
Alamat : __________
Telepon : __________
Website : __________
Faksimili : __________
Email : __________
|
B.
Wakil
Sah Para Pihak
|
Wakil
Sah Para Pihak sebagai berikut:
Untuk PPK : __________
Untuk
Penyedia Jasa :__________
Pengawas
Pekerjaan ________ sebagai wakil sah PPK (apabila ada)
|
C.
Tanggal
Berlaku Kontrak
|
Kontrak mulai berlaku terhitung sejak:
__________ s.d. _________________
|
D.
Jadwal
Pelaksanaan Pekerjaan
|
Penyedia
harus menyelesaikan pekerjaan selama :
_______( _____ )( hari
kalender/bulan/tahun)
|
E.
Standar
|
Penyedia harus menyediakan barang yang
telah memenuhi standar ______________ (isi
jenis standar yang dipersyaratkan seperti SNI, dll)
|
F.
Pemeriksaan
Bersama
|
PPK bersama-sama dengan
penyedia barang melakukan pemeriksaan kondisi lapangan dalam waktu ____________
hari setelah penandatangan kontrak.
|
G.
Inspeksi
Pabrikasi
|
PPK
atau Tim Inspeksi yang ditunjuk PPK melakukan inspeksi atas proses pabrikasi
barang/peralatan khusus pada waktu ______________ setelah penandatangan
kontrak.
|
H.
Pengepakan
|
Pengepakan, penandaan dan penyertaan
dokumen dalam dan diluar paket Barang harus dilakukan sebagai berikut :
___________________
|
I.
Pengiriman
|
Rincian pengiriman dan dokumen terkait
lainnya yang harus diserahkan oleh Penyedia adalah :
__________________________
Dokumen tersebut diatas harus sudah
diterima oleh PPK sebelum serah terima Barang. Jika dokumen tidak diterima
maka Penyedia bertanggungjawab atas setiap biaya yang diakibatkannya.
|
J.
Asuransi
|
1.
Pertanggungan
asuransi dilakukan sesuai dengan ketentuan Incoterms.
Jika tidak sesuai dengan ketentuan Incoterms maka pertanggungan asuransi
harus meliputi :
________________________
2.
Jika barang dikirim
secara CIF maka pertanggungan asuransi terhadap Barang harus diberikan sampai
dengan Tempat Tujuan Akhir [YA/TIDAK]
3.
Jika barang dikirim
secara FOB atau EXW maka pertanggungan asuransi terhadap Barang harus
diberikan sampai dengan Tempat Tujuan Akhir [YA/TIDAK]
|
K.
Transportasi
|
1.
Barang
harus diangkut sampai dengan Tempat Tujuan Akhir: [YA/TIDAK]
2.
Penyedia
menggunakan transportasi
______________ [jenis angkutan] untuk
pengiriman barang melalui _____________ [darat/laut/udara]
|
L.
Serah Terima
|
Serah terima dilakukan pada : [Tempat Tujuan Pengiriman/Tempat Tujuan Akhir]
|
M.
Pemeriksaan
dan Pengujian
|
1.
Pemeriksaan
dan pengujian yang dilaksanakan meliputi: _______________
2.
Pemeriksaan
dan pengujian dilaksanakan di: _______________
|
N.
Incoterms
|
Edisi Incoterms yang digunakan adalah
_____________
|
O.
Garansi
|
1.
Masa
Tanggung Jawab Cacat Mutu/Garansi berlaku selama: __________
2.
Masa
layanan purnajual berlaku selama _________ (_______) [hari/bulan/tahun] setelah
serah terima barang.
|
P.
Pedoman
Pengoperasian dan Perawatan
|
Pedoman pengoperasian dan perawatan harus
diserahkan selambat-lambatnya: ___ (__________) hari kalender/bulan/tahun setelah
tanggal penandatanganan Berita Acara penyerahan barang.
|
Q.
Layanan
Tambahan
|
Penyedia harus menyedia layanan tambahan berupa :
________________
|
R.
Pembayaran
Tagihan
|
Batas
akhir waktu yang disepakati untuk penerbitan SPP oleh PPK untuk pembayaran
tagihan angsuran adalah ______ hari kalender terhitung sejak tagihan dan
kelengkapan dokumen penunjang yang tidak diperselisihkan diterima oleh PPK.
|
S.
Sanksi
|
Pelanggaran
terhadap ketentuan Pengalihan dan/atau Subkontrak dikenakan sanksi__________
|
T.
Tindakan
Penyedia yang Mensyaratkan Persetujuan PPK
|
Tindakan
lain oleh Penyedia yang memerlukan persetujuan PPK adalah: __________
|
U.
Waktu
Penyelesaian Pekerjaan
|
Jangka waktu penyelesaian pekerjaan
pengadaan barang ini adalah selama:
___ (__________) hari [hari/bulan/tahun]
|
V.
Kepemilikan
Dokumen
|
Penyedia
diperbolehkan menggunakan salinan dokumen dan piranti lunak yang dihasilkan
dari pekerjaan Barang ini dengan pembatasan sebagai berikut: __________
|
W.
Fasilitas
|
PPK akan memberikan fasilitas berupa : __________
|
X.
Sumber
Pembiayaan
|
Kontrak
Pengadaan Barang ini
dibiayai dari __________ [APBN/APBD]
|
Y.
Pembayaran
Uang Muka
|
Pekerjaan Pengadaan Barang ini dapat diberikan uang muka (YA/TIDAK).
[jika
”YA”]
Uang muka diberikan sebesar __% (__________
persen) dari Nilai Kontrak
|
Z.
Pembayaran
Prestasi Pekerjaan
|
1.
Pembayaran
prestasi pekerjaan dilakukan dengan cara: (Termin/Bulanan/Sekaligus).
2.
Pembayaran
berdasarkan cara tersebut di atas dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
__________
3.
Dokumen
penunjang yang dipersyaratkan untuk mengajukan tagihan pembayaran prestasi
pekerjaan: __________
4.
bila
terdapat ketidaksesuaian dalam perhitungan angsuran, tidak akan menjadi
alasan untuk menunda pembayaran. PPK dapat meminta penyedia untuk menyampaikan perhitungan prestasi
sementara dengan mengesampingkan hal-hal yang sedang menjadi perselisihan dan
besarnya tagihan yang dapat disetujui untuk dibayar setinggi-tingginya sebesar
Rp. ______________ (_________________)
|
AA. Pembayaran denda
|
1.
Denda dibayarkan kepada penyedia apabila :
__________________
2.
Denda atau ganti rugi dibayarkan kepada penyedia dengan
cara : ________________
3.
Denda atau ganti rugi dibayarkan kepada penyedia dalam
jangka waktu : ________________
4.
Besarnya denda sebesar [1/1000
(satu perseribu) dari ______________
[sisa
harga bagian kontrak yang belum dikerjakan]
[harga
kontrak, apabila bagian pekerjaan yang sudah dilaksanakan belum berfungsi.]
|
BB.
Pencairan
Jaminan
|
Jaminan dicairkan dan
disetorkan ke kas __________ [Negara/Daerah]
|
CC. Kompensasi
|
Penyedia dapat memperoleh
kompensasi jika ______________
|
DD. Harga kontrak
|
Kontrak Pengadaan barang ini dibiayai dari sumber
pendanaan ______________
|
EE.
Penyelesaian
Perselisihan
|
Jika
perselisihan Para Pihak mengenai pelaksanaan Kontrak tidak dapat diselesaikan
secara damai maka Para Pihak menetapkan lembaga penyelesaian perselisihan
tersebut di bawah sebagai Pemutus Sengketa:
[Pengadilan
Republik Indonesia yang berkompeten/Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI)]
[Jika
BANI yang dipilih sebagai Lembaga Pemutus Sengketa maka cantumkan klausul
arbitrase berikut tepat di bawah pilihan yang dibuat di atas:
“Semua
sengketa yang timbul dari Kontrak ini, akan diselesaikan dan diputus oleh
Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) menurut peraturan-peraturan
administrasi dan peraturan-peraturan prosedur arbitrase BANI, yang
keputusannya mengikat kedua belah pihak yang bersengketa sebagai keputusan
tingkat pertama dan terakhir. Para Pihak setuju bahwa jumlah arbitrator
adalah 3 (tiga) orang. Masing-masing Pihak harus menunjuk seorang arbitrator
dan kedua arbitrator yang ditunjuk oleh Para Pihak akan memilih arbitrator
ketiga yang akan bertindak sebagai pimpinan arbitrator.”]
|
Langganan:
Postingan (Atom)