1.Syarat-syarat perencanaan jembatan yang layak
2.Peraturan-peraturan dalam perencanaan jembatan
Perencanaan struktur jembatan harus mengacu kepada:
3.Bagian-bagian dari jembatan
a) Klasifikasi material superstruktur
Menurut material superstrukturnya jembatan diklasifikasikan atas:
− Jembatan baja
Jembatan yang menggunakan berbagai macam komponen dan sistem struktur baja: deck, girder, rangka batang, pelengkung, penahan dan penggantung kabel.
− Jembatan beton
Jembatan yang beton bertulang dan beton prategang
− Jembatan kayu
Jembatan yang menggunakan bahan metal alloy seperti alluminium alloy dan stainless steel
− Jembatan komposit
Jembatan dengan bahan komposit komposit fiber dan plastik
− Jembatan batu
Jembatan yang terbuat dari bahan batu; di masa lampau batu merupakan bahan yang umum digunakan untuk jembatan pelengkung.
b) Klasifikasi berdasarkan penggunanya
− Jembatan jalan
Jembatan untuk lalu lintas kendaraan bermotor
− Jembatan kereta api
Jembatan untuk lintasan kereta api
− Jembatan kombinasi
Jembatan yang digunakan sebagai lintasan kendaraan bermotor dan kereta api
− Jembatan pejalan kaki
Jembatan yang digunakan untuk lalu lintas pejalan kaki
− Jembatan aquaduct
Jembatan untuk menyangga jaringan perpipaan saluran air
5.Beban yang bekerja pada jembatan
Struktur jembatan yang berfungsi paling tepat untuk suatu lokasi tertentu adalah yang paling baik memenuhi pokok-pokok perencanaan jembatan yang meliputi:
-
Kekuatan dan Kekakuan Struktur
-
Stabilitas Struktur
-
Kelayanan Struktur
-
Keawetan
-
Kemudahan Pelaksanaan
-
Ekonomis
-
Bentuk Estetika
KRITERIA DESAIN
1.
Umur Rencana jembatan standar adalah 50 tahun
dan jembatan khusus adalah 100 tahun.
2.
Pembebanan Jembatan menggunakan BM 100.
3.
Geometrik:
-
Lebar jembatan minimum jalan nasional kelas A adalah 1 + 7 + 1 meter.
- Superelevasi/kemiringan melintang adalah 2%
pada lantai jembatan dan kemiringan memanjang maksimum 5%.
-
Ruang bebas vertikal di atas jembatan minimal 5,1 meter.
- Ruang bebas vertikal dan horisontal di bawah
jembatan disesuaikan kebutuhan lalu lintas kapal dengan diambil free board
minimal 1,0 meter dari muka air banjir.
-
Dihindari tikungan diatas jembatan dan oprit.
- Untuk kebutuhan estetika pada daerah
tertentu/pariwisata dapat berupa bentuk parapet dan railing maupun lebar
jembatan dapat dibuat khusus atas persetujuan pengguna jasa.
-
Geometrik jembatan tidak menutup akses penduduk di kiri – kanan oprit.
4.
Material:
- Mutu beton lantai K-350, bangunan atas
minimal K-350, bangunan bawah K-250 termasuk untuk isian tiang pancang,
sedangkan untuk bore pile K-350.
- Mutu baja tulangan menggunakan BJTP 24 untuk
< D13, dan BJTD 32 atau BJTD 39 untuk > D13, dengan variasi
diameter tulangan dibatasi paling banyak 5 ukuran.
5. Untuk
memudahkan validasi koreksi atas gambar rencana, gambar rencana diusahakan
sebanyak mungkin dalam bentuk gambar tipikal dan gambar standar.
PERENCANAAN BANGUNAN ATAS JEMBATAN
Apabila
tidak direncanakan secara khusus maka dapat digunakan bangunan atas jembatan
standar Bina Marga sesuai bentang ekonomis dan kondisi lalu-lintas air di
bawahnya seperti:
-
Box Culvert (single, double, triple), bentang 1 s/d 10 meter.
-
Voided Slab sampai dengan bentang 6 s/d 16 meter.
-
Gelagar Beton Bertulang Tipe T bentang 6 s/d 25 m.
-
Gelagar Beton Pratekan Tipe I dan Box bentang 16 s/d 40 meter.
-
Girder Komposit Tipe I dan Box bentang 20 s/d 40 meter.
-
Rangka Baja bentang 40 s/d 60 meter.
Penggunaan
bangunan atas diutamakan dari sistem gelagar beton bertulang atau box culvert
serta Gelagar pratekan untuk bentang pendek dan untuk kondisi lainnya dapat
mengunakan gelagar komposit atau rangka baja dan lain sebagainya.
Untuk
perencanaan bangunan atas jembatan harus mengacu antara lain:
- Perencanaan struktur atas menggunakan Limit
States atau Rencana Keadaan Batas berupa Ultimate Limit States (ULS) dan
Serviceability Limit States (SLS).
- Lawan lendut dan lendutan dari struktur atas
jembatan harus dihitung dengan cermat, baik untuk jangka pendek maupun jangka
panjang agar tidak melampaui nilai batas yang diizinkan yaitu simple beam <
L/800 dan kantilever L/400.
- Memperhatikan perilaku jangka panjang
material dan kondisi lingkungan jembatan berada khususnya selimut beton,
permeabilitas beton, atau tebal elemen baja dan galvanis terhadap resiko korosi
ataupun potensi degradasi meterial.
PERENCANAAN
BANGUNAN BAWAH JEMBATAN
Perencanaan
struktur bawah menggunakan Limit States atau Rencana Keadaan Batas
berupa Ultimate Limit States (ULS) dan Serviceability Limit States (SLS).
Abutment:
-
Abutment tipe cap dengan tinggi tipikal 1,5 – 2 meter
-
Abutment tipe kodok dengan tinggi tipikal 2 – 3,5 meter
-
Abutment tipe dinding penuh dengan tinggi tipikal > 4 meter
Pilar:
-
Pilar balok cap
-
Pilar dinding penuh
-
Pilar portal satu tingkat
-
Pilar portal dua tingkat
-
Pilar kolom tunggal (dihindarkan untuk daerah zona gempa besar)
- Struktur bawah harus direncanakan berdasarkan
perilaku jangka panjang material dan kondisi lingkungan, antara lain: selimut
beton yang digunakan minimal 30mm (daerah normal) dan minimal 50 mm (daerah
agresif).
PERENCANAAN
PONDASI JEMBATAN
Perencanaan
pondasi menggunakan Working Stress Design (WSD)
Penentuan
jenis pondasi jembatan:
1.
Pondasi
dangkal/pondasi telapak (dihindarkan untuk daerah potensi scouring besar):
Bebas dari pengaruh scouring,
kedalaman optimal 0,3 s/d 3 meter.
2.
Pondasi
caisson:
Diameter 2,5 s/d 4,0 meter,
kedalaman optimal 3 s/d 9 meter.
3.
Pondasi
tiang pancang pipa baja:
Diameter 0,4 s/d 1,2 meter,
kedalaman optimal 7 m s/d 50 meter.
4.
Pondasi
tiang pancang beton pratekan:
Diameter 0,4 s/d 0,6 meter,
kedalaman optimal 18 s/d 30 meter.
5.
Pondasi
Tiang Bor:
Diameter 0,8 s/d 1,2 meter, kedalaman optimal 18 s/d 30 meter.
Jenis
fondasi diusahakan seragam untuk satu lokasi jembatan termasuknya
dimensi-dimensinya, hindari pondasi langsung untuk daerah dengan gerusan yang
besar.
Fondasi dari
tiang pancang pipa baja Grade-2 ASTM-252 yang diisi dengan beton bertulang
non-shrinkage (semen type II) atau fondasi tiang bor.
Faktor
keamanan. Bila analisa
menggunakan data tanah dari sondir, maka:
-
Tiang pancang, SF Point Bearing=
3 dan SF Friction pile= 5
-
Sumuran, SF Daya dukung tanah = 20, SF Geser = 1,5 dan SF Guling = 1,5
Kalendering
terakhir:
Tiang
Pancang 1 – 3 cm / 10 pukulan untuk end point bearing dengan jenis hammer yang
sesuai sehinga dapat memenuhi daya dukung tiang rencana.
PERENCANAAN
JALAN PENDEKAT
Tinggi
timbunan tidak boleh melebihi H izin sebagai berikut:
H kritis = (c Nc + g D Nq) / g
H izin = H kritis
/ SF dengan SF = 3
Bila Tinggi
timbunan melebihi H izin harus direncanakan dengan sistem perkuatan tanah dasar
yang telah ada.
PRINSIP PENERAPAN KESELAMATAN
JEMBATAN
Dalam
menerapkan keselamatan pada desain maka lajur jalan, bahu, jarak pandang
alinyemen horisontal, alinyemen vertikal perlu memenuhi kriteria desain (Ditjen
Bina Marga 1997 dan 2004).
Disamping
itu ada hal yang harus diperhatikan juga seperti:
1. Bangunan fisik jembatan dan perlengkapannya
harus dapat menginformasikan kepada Pengguna sedemikian rupa sehingga pengguna
dapat mengetahui defisiensi standar jalan (Self Explaining Road) seperti
pemasangan:
- Rambu kecepatan, rambu belokan (chevron),
rambu tanjakan, rambu rawan celaka dan
lainnya serta harus ditempatkan pada
tempat yang seharusnya.
- Pita penggaduh (rumble strip) untuk mengingatkan
pengemudi mendekati bangunan
jembatan.
2. Jembatan harus dapat mencegah fatalitas
akibat kecelakaan seperti perlu adanya guard rail pada oprit jembatan.2.Peraturan-peraturan dalam perencanaan jembatan
Perencanaan struktur jembatan harus mengacu kepada:
- Peraturan Perencanaan Jembatan (Bridge Design Code) BMS ’92 dengan revisi pada:
- - Bagian 2 dengan Pembebanan Untuk Jembatan (SK.SNI T-02-2005), sesuai Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.
- - Bagian 6 dengan Perencanaan Struktur Beton untuk Jembatan (SK.SNI T-12-2004), sesuai Kepmen PU No. 260/KPTS/M/2004.
- - Bagian 7 dengan Perencanaan struktur baja untuk jembatan (SK.SNI T-03-2005), sesuai Kepmen PU No. 498/KPTS/M/2005.
- Standar Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Jembatan (Revisi SNI 03-2883-1992). Juga dapat mengikuti Manual Perencanaan Jembatan (Bridge Design Manual) BMS ’92
- Perencanaan jalan pendekat dan oprit harus mengacu kepadaStandar perencanaan jalan pendekat jembatan (Pd T-11-2003).
3.Bagian-bagian dari jembatan
Bagian-bagian dari suatu jembatan terbagi dalam dua bagian, yaitu:
A.Bangunan atas (superstruktur)- Gelagar-gelagar utama (rangka utama), yang terbentang dari titik tumpu ke titik tumpu lain. Gelagar-gelagar ini terdiri dari batang diagonal, horizontal dan vertical yang membentuk rangka utama dan terletak pada kedua sisi jembatan.
- Gelagar melintang, berupa baja profil yang terletak di bawah lantai kendaraan, gunanya sebagai pemikul lantai kendaraan.
- Lantai kendaraan, terletak di atas gelagar melintang, biasanya terbuat dari kayu atau pasangan beton bertulang dan seluruh lebar bagiannya digunakan untuk lalulintas kendaraan.
- Lantai trotoar, terletak di pinggir sepanjang lantai kendaraan dan digunakan sebagai tempat pejalan kaki.\
- Pipa sandaran, terbuat dari baja yang dipasang diantara tiang-tiang sandaran di pinggir sepanjang jembatan atau tepi lantai trotoar dan merupakan pembatas dari kedua sisi samping jembatan
- Tiang sandaran, terbuat dari beton bertulang atau baja profil dan ada juga yang langsung dipasang pada rangka utama, gunanya untuk menahan pipa sandaran .
- Pilar, berfungsi untuk menyalurkan gaya-gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas pada pondasi.
- Pangkal (abutment), pangkal menyalurkan gaya vertical dan horizontal dari bangunan atas pada pondasi dengan fungsi tambahan untuk mengadakan peralihan tumpuan dari timbunan jalan pendekat ke bangunan atas jembatan. Ada beberapa tipe dan jenis abutment, yaitu:
- Tipe gravitasi, kontruksi terbuat dari pasangan batu kali. Digunakan bila tanah keras dekat dengan permukaan.
- Tipe T terbalik (kantilever), kontruksi terbuat dari beton bertulang, bentuknya langsing sehingga dalam proses pembuatannya sangat mudah dari pada tipe-tipe yang lain.
- Tipe dengan penopang, bentuknya kontruksinya sama dengan tipe kantilever tetapi ditambahkan penopang dibelakangnya, yang berguna untuk melawan pengaruh tekanan tanah dan gaya angkat (bouyvancy).
a) Klasifikasi material superstruktur
Menurut material superstrukturnya jembatan diklasifikasikan atas:
− Jembatan baja
Jembatan yang menggunakan berbagai macam komponen dan sistem struktur baja: deck, girder, rangka batang, pelengkung, penahan dan penggantung kabel.
− Jembatan beton
Jembatan yang beton bertulang dan beton prategang
− Jembatan kayu
Jembatan dengan bahan kayu untuk bentang yang relatif pendek
− Jembatan Metal alloy
Jembatan yang menggunakan bahan metal alloy seperti alluminium alloy dan stainless steel
− Jembatan komposit
Jembatan dengan bahan komposit komposit fiber dan plastik
− Jembatan batu
Jembatan yang terbuat dari bahan batu; di masa lampau batu merupakan bahan yang umum digunakan untuk jembatan pelengkung.
b) Klasifikasi berdasarkan penggunanya
− Jembatan jalan
Jembatan untuk lalu lintas kendaraan bermotor
− Jembatan kereta api
Jembatan untuk lintasan kereta api
− Jembatan kombinasi
Jembatan yang digunakan sebagai lintasan kendaraan bermotor dan kereta api
− Jembatan pejalan kaki
Jembatan yang digunakan untuk lalu lintas pejalan kaki
− Jembatan aquaduct
Jembatan untuk menyangga jaringan perpipaan saluran air
5.Beban yang bekerja pada jembatan
Dalam
perencanaan struktur jemabatan secara umum, khususnya jembatan
komposit, hal yang perlu sekali diperhatikan adalah masalah pembebanan
yang akan bekerja pada struktur jembatan yang dibuat. Menurut pedoman
Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya (PPPJJR No 378/1987) dan
PMJJR No 12/1970 membagi pembebanan jembatan dalam dua kelas, yaitu:
Kelas
|
Berat Beton
|
A
B
|
10
8
|
Table 2.1 Kelas tekan as gandar (PMJJR No.12/1970)
Ada beberapa macam pembebanan yang bekerja pada struktur jembatan, yaitu:
4.1 Beban Primer
Beban
primer merupakan beban utama dalam perhitungan tegangan pada setiap
perencanaan jembatan, yang terdiri dari: beban mati, beban hidup, beban
kejut dan gaya akibat tekanan tanah.
a. Beban mati
Beban
mati adalah beban yang berasal dari berat jembatan itu sendiri yang
ditinjau dan termaksud segala unsur tambahan tetap yang merupakan satu
kesatuan dengan jembatan. Untuk menemukan besar seluruhnya ditentukan
berdasarkan berat volume beban.
b. Beban hidup
Beban
hidup adalah semua beban yang berasal dari berat kendaraan-kendaraan
yang bergerak dan pejalan kaki yang dianggap bekerja pada jembatan.
Penggunaan beban hidup di atas jembatan yang harus ditinjau dalam dua
macam beban yaitu beban “T” yang merupakan beban terpusat untuk lantai
kendaraan dan beban “D” yang merupakan beban jalur untuk gelagar.
Gambar 2.1 beban “D”
Untuk
perhitungan gelagar harus dipergunakan beban “D” atau beban jalur.
Beban jalur adalah susunan beban pada setiap jalur lalulintas yang
terdiri dari beban yang terbagi beban rata sebesar “q” ton/m panjang
perjalur dan beban garis “p” ton perjalur lalulintas. Untuk menentukan
beban “D” digunakan lebar jalan 5,5 m, maka jumlah jalur lalulintas
sebagai berikut:
Gambar 2.2 ketentuan penggunaan beban “D”
Table 2.2 jumlah jalur lalulintas
Lebar lantai kendaraan (m)
|
Jumlah jalur lalulintas
|
5,50 – 8,25 m
8,25 – 11,25 m
11,25 – 15,00 m
15,00 – 18,75 m
18,75 – 32,50 m
|
2
3
4
5
6
|
(PPPJJR No. 378/KPTS/1987)
Untuk
jembatan dengan lebar lantai kendaraan sama atau lebih kecil dari 5,50 m
makan beban “D” sepenuhnya (100%) dibebankan pada seluruh lebar
jembatan dan kelebihan lebar jembatan dari 5,5 m mendapat separuh beban
“D” (50%). Jalur lalulintas ini mempunyai lebar minimum 2,75 m dan lebar
maksimum 3,75 m. Beban “T” adalah beban kendaraan Truck yang mempunyai
beban roda 10 ton (10.000 Kg) dengan ukuran-ukuran serta kedudukan dalam
meter, seperti tertera pada gambar 2.3 untuk perhitungan pada lantai
kendaraan jembatan digunakan beban “T” yaitu merupakan beban pusat dari
kendaraan truck dengan beban roda ganda (dual wheel load) sebesar 10 ton
Gambar 2.3 beban “T” bekerja pada lantai kendaraan
Dimana beban garis P= 12 ton sedangkan beban q ditentukan dengan ketentuan sebagai berikut:
Q= 2,2 t/m untuk L<30 m
Q= 2,2t/m – (11/60)x(L-30) t/m untuk 30>L< …..[2-1]
Q= 1,1x(1+(30/L))t/m untuk L>60m
Dimana
L adalah panjang bentangan gelagar utama (m) untuk menentukan beban
hidup, beban terbagi rata (t/m/jalur) dan beban garis (t/jalur) dan
perlu diperhatikan ketentuan bawah.
Beban terbagi merata = Q ton/meter………................[2-2]
2,75 m
Beban garis = Q ton ......................................[2-3]
2,75 m
Angka pembagi 2,75 meter diatas selalu tetap dan tidak tergantung pada lebar jalur lalulintas. Dalam perhitungan beban hidup tidak penuh, maka digunakan:
· Jembatan permanen= 100% beban “D” dan “T”.
· Jembatan semi permanen= 70% beban “D” dan “T”.
· Jembatan sementara= 50% “D” dan “T”.
Dengan menggunakan beban “D” untuk suatu jembatan berlaku ketentuan ini.
c. Beban kejutan/Sentuh
Beban
kejut merupakan factor untuk memperhitungkan pengaruh-pengaruh getaran
dan pengaruh dinamis lainnya. Koefesien kejut ditentukan dengan rumus:
K= 1+ ……………………………………………….[2-4]
Dimana: K= koefesien kejut
L= panjang/ bentang jembatan
4.2 Beban Sekunder
Beban
sekunder adalah beban yang merupakan beban sementara yang selalu
diperhitungkan dalam penghitungan tegangan pada setiap perencanaan
jembatan.
a. Beban Angin
Dalam perencanaan jembatan rangka batang, beban angin lateral diasumsikan terjadi pada dua bidang yaitu:
· Beban angin pada rangka utama.
Beban angin ini dipikul oleh ikatan angin atas dan ikatan angin bawah.
· Beban angin pada bidang kendaraan
Beban
angin ini dipikul oleh ikatan angin bawah saja. Dalam perencanaan untuk
jembatan terbuka, beban angin yang terjadi dipikul semua oleh ikatan angin bawah.
b. Gaya Akibat Perbedaan Suhu
Perbedaan suhu harus ditetapkan sesuai dengan keadaan setempat yaitu dengan perbedaan suhu.
· Bangunan Baja
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum= 300C
2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan= 150C
· Bangunan Beton
1) Perbedaan suhu maksimum-minimum= 150C
2) Perbedaan suhu antara bagian-bagian jembatan=100C
Dan juga tergantung pada koefisien muai panjang bahan yang dipakai misalnya:
· Baja ε =12x10-6/0C
· Beton ε =10x10-6/0C
· Kayu ε =5x10-6/0C
c. Gaya Rangkak dan Susut
Diambil senilai dengan gaya akibat turunnya suhu sebesar 150C
d. Gaya Rem dan Traksi
Pengaruh
ini diperhitungkan dengan gaya rem sebesar 5% dari beban “D” tanpa
koefisien kejut. Gaya re mini bekerja horizontal dalam arah jembatan
dengan titik tangkap setinggi 1,80 m dari permukaan lantai jembatan.
e. Gaya Akibat Gempa Bumi
Bekerja kea rah horizontal pada titik berat kontruksi.
KS = E x G ……………………………………………[1-5]
Dimana:
KS = koenfisien gaya horizontal (%)
G = beban mati (berat sendiri) dari kontruksi yang ditinjau.
E = koefisien gempa bumi ditentukan berdasarkan peta zona gempa dan biasanya diambil 100% dari berat kontruksi.
f. Gaya Gesekan Pada Tumpuan Bergerak
Ditinjau hanya beban mati (ton). Koefisien gesek karet dengan baja atau beton= 0,10 sampai dengan 0,15.
4.3 Beban Khusus
Beban
khusus yaitu beban-beban yang khususnya bekerja atau berpengaruh
terhadap suatu struktur jembatan. Misalnya: gaya sentirfugal, gaya
gesekan pada tumpuan, beban selama pelaksanaan pekerjaan struktur
jembatan, gaya akibat tumbukan benda-benda yang hanyut dibawa oleh
aliran sungai.
a. Gaya sentrifugal
Konstruksi
yang ada pada tikungan harus diperhitungkan gaya horizontal radial yang
dianggap bekerja horizontal setinggi 1,80 m di atas lantai kendaraan
dan dinyatakan dalam % terhadap beban “D” dengan rumus sebagai berikut:
……………………………………[2-6]
Dimana:
S= gaya sentrifugal (%) terhadap beban “D” tanpa factor kejut.
V= kecepatan rencana (km/jam).
R= jari-jari tikungan (m).
b. Gaya Gesekan pada Tumpuan
Gaya
gesekkan ditinjau hanya timbul akibat beban mati (ton). Sedangkan
besarnya ditentukan berdasarkan koefisien gesekan pada tumpuan yang
bersangkutan dengan nilai:
· Tumpuan rol
o Dengan 1 atau 2 rol :0,01
o Dengan 3 atau lebih :0,05
· Tumpuan gesekan
o Antara tembaga dengan campuran tembaga keras =0,15
o Antara baja dengan baja atau baja tuang =0,25
c. Gaya Tumbukkan pada Jembatan Layang
Untuk
memperhitungkan gaya akibat antara pier (bangunan penunjang jembatan
diantara kedua kepala jembatan) dan kendaraan, dapat dipikul salah satu
dan kedau gaya-gaya tumbukkan horizontal:
· Pada jurusan arah lalulintas sebesar………………..100 ton
· Pada jurusan tegak lurus arah lalulintas……………50 ton
d. Beban dan Gaya selama pelaksanaan
Gaya yang bekerja selama pelaksanaan harus ditinjau berdasarkan syarat-syarat pelaksanaan.
e. Gaya Akibat Aliran Air dan Benda-benda Hanyut
Tekanan aliran pada suatu pilar dapat dihitung dengan rumus:
P=KxV2………………………………………………....[2-7]
Dimana:
P= tekanan aliran air (t/m2)
V= Kecepatan aliran air (m/det)
K= koefisien yang bergantung pada bentuk pier
4.5 Kombinasi Pembebanan
Kontruksi
jembatan beserta bagian-bagiannya harus ditinjau dari kombinasi
pembebanan dan gaya yang mungkin bekerja. Sesuai dengan sifat-sifat
serta kemungkinan-kemungkinan pada setiap beban, tegangan yang digunakan
dalam kekuatan pemeriksaan kontruksi yang bersangkutan dinaikkan
terhadap tegangan yang diizinkan sesuai dengan elastis. Tegangan yang
digunakan dinyatakan dalam proses terhadap tegangan yang diizinkan
sesuai kobinasi pembebanan dan gaya pada table 2.3 berikut ini:
Kombinasi Pembebanan dan Gaya
|
Tegangan yang digunakan dlm proses terhadap tegangan izin keadaan elastis
|
I. M+(11+k)+Ta+Tu
II. M+Ta+Ah+Gg+A+SR+Tm
III. Kombinasi(1)+Rm+Gg+A+SR+Tm+S
IV. M+Gh+Tag+Gg+Ahg+Tu
V. M+PI
VI. M+(H+K)+Ta+S+Tb
|
100%
125%
140%
150%
130%
150%
|
(PPPJJR No 378/KPTS/1987)
Dimana:
A : beban angin
Ah : gaya akibat aliran dan hanyutan
Ahg : gaya akibat aliran dan hanyutan pada waktu gempa
Gg : gaya gesek pada tumpuan bergerak
Gh : gaya horizontal ekivalen akibat gempa bumi
(H+K) : beban hidup dengan kejut
M : beban mati
P1 : gaya-gaya pada waktu pelaksanaan
Rm : gaya rem
S : gaya sentrifugal
SR : gaya akibat perubahan suhu(selain susut dan rangkak)
Ta : gaya tekanan tanah
Tag : gaya tekanan tanah akibat gempa
Tb : gaya tumbukkan
Tu : gaya angkat (buoyancy)
Jericho Alpasyakh Hutabarat+13316701+3TA04+I KADEK BAGUS WIDANA PUTRA + FTSP GUNADARMA UNIVERSITAS GUNADARMA
-Thank You-